Peradaban Islam TURKEY USMANIYAH pada putaran tahun (1288-1923 M / 1299–1923 M) menjadi salah satu kekuatan ataupun kerajaan yang sangat di takuti pada di dunia , turkey usmaniyah pada saat itu menjadi salah satu kiblat kekuatan mileter dunia dan sekalingus menjadi salah satu bangsa yang sangat di segani. selain Terkenal dengan kekuatan militernya bangsa ini juga menjadi salah satu bangsa yang menjadi pusat peradaban islam terkuat pada saat itu yang sekaligus membuat kekuatan dan pengaruh bangsa - bangsa di eropa mulai memudar.
Sebagai bangsa muslim, tentunya turkey usmaniyah pernah melakukan hubungan diplomatik dengan bangsa - bangsa muslim lainnya seperti dengan kerajaan - kerajaan di semenanjung timur tangah dan sebahgian kecil bangsa - bangsa muslim di afrika tidak terkecuali di wilayah asia khususnya di wilayah asia tenggara, salah satu kerajaan islam yang menjalin hubungan diplomatik sangat dekat dengan turkey usmaniyah adalah kerajaan atjeh darussalam.
KERAJAAN ATJEH DARUSSALAM merupakan kerajaan yang terletak di ujung pulau sumatera tepatnya di bahgian asia tenggara berbatasan langsung dengan selat malaka yang pada saat itu menjadi salah satu pelabuhan terkemuka di dunia. Adapun bukti kedekatan hubungan diplomatik kedua negara dapat kita lihat nyata dengan kesamaan bendera dari kedua negara
Bendera Turkey Usmaniyah
Bendera Kerajaan Atjeh Darussalam
Selain itu kedekatan hubungan kedua negara tersebut juga dapat di buktikan dengan adanya salah satu perkampungan Turkey di Atjeh tepatnya di kota banda aceh yang di kenal dengan kampung Bitai, Sebab perkampungan ini terkenal sebagai Turki-nya Atjeh. Bitai adalah salah satu Gampong di Banda Aceh di kecamatan Jaya Baru. Banyak makam kuno yang berasal dari Turki Utsmani. Termasuk makam Sultan Salahuddin. Dari Gampong ini juga, persahabatan Atjeh - Turkey begitu dekat.
Dari catatan sejarah,Perkampungan Bitai didirikan oleh pasukan Turki yang diutus ke Atjeh untuk menyebarkan agama Islam. Saat itu khalifah Turki Utsmaniyah berhasil merebut konstantinopel dari tangan kaum salib. Pasukan Turki dipimpin oleh Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi. Nama Bitai ditambalkan pasukan Turki untuk mengenang asal mereka dari Bayt AL Maqdis, nama lain Yerussalan tempat Masjid Al Aqsa di Palestina. Konon juga di gampong ini Sultan Iskandar Muda pernah menjadi murid Teungku Di Bitai.
Turki juga membantu persenjataan kepada kerajaan Aceh untuk melawan pejajah Belanda. Merujuk catatan sejarah yang lain, Sultan Salahuddin Ibn Ali Malik az Zahir merupakan putra sulung Raja Aceh Sultan Mughayat Syah. Denys Lombard dalam buku Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), menyebutkan Sultan Salahuddin memerintah sejak 1528 hingga 1539. Masih menurut Lombard, Sultan Salahuddin ini wafat pada 25 November 1548.Sultan Salahuddin berteman dengan Muthalib Ghazi yang diutus Sultan Selim dari Turki. Setelah Salahuddin mangkat, Muthalib Ghazi berwasiat agar ia dimakamkan berdekatan dengan temannya itu di Kompleks Makam Tuanku Di Bitai sekarang.
Komplek Makam Turkey
Sumber Portugis menyebutkan bahwa pertengahan abad ke-16 (sekitar tahun 1540 M) Atjeh telah mengadakan hubungan dengan Turkey. Pinto, seorang petualang Portugis menyebutkan bahwa Atjeh telah mendapat sumbangan dari Turkey yaitu sebanyak 300 orang ahli, bantuan tersebut dibawa oleh kapal Atjeh sebanyak 4 buah yang sengaja datang ke Turkey untuk mendapatkan alat-alat senjata dan pembangunan.
Selama abad ke-16 dan ke-17 terjadi pertukaran, baik dagang maupun diplomatik dan budaya antara Istanbul dengan Atjeh. Utusan Atjeh yang pertama ke Konstantinopel pada tahun 1562 M yang dikirim oleh Sultan Ala Addin Riayat Syah Al Kahhar. dalam rangka memperoleh bantuan dari Kerajaan Islam terbesar pada waktu itu, pada tahun 1563 M sultan Atjeh mengirim suatu utusan ke kerajaan Turkey. Utusan tersebut membawa serta hadiah-hadiah berharga dari sultan Aceh kepada penguasa kerajaan Turkey. Hadiah-hadiah itu berupa emas, rempah-rempah dan lada.
Selain pemberian hadiah, para utusan Atjeh juga telah meyakinkan pihak Turkey mengenai suatu keuntungan yang akan diperoleh pihak Turkey dari perdagangan rempah-rempah dan lada di Nusantara, apabila orang-orang Portugis telah diusir dari Malaka oleh Atjeh dengan bantuan Turkey. Perutusan Atjeh itu dapat dikatakan berhasil karena suatu keputusan Sultan Selim II Turkey bertanggal 16 Rabiul Awal 975 atau 20 September 1567, berisi penyambutan positif atas permintaan sultan Atjeh yang dibawa oleh wazirnya bernamaHusin. Dari pertemuan Husin dengan Selim II diketahui betapa besarnya tekad kaum muslimin di kepulauan Nusantara untuk mengusir kafir Portugis. Akhirnya pihak Turkey bersedia mengirim bantuan kepada Aceh, berupa dua buah kapal perang dan 500 orang tenaga berkebangsaan Turki untuk mengelola kapal-kapal itu. Di antara 500 orang Turkey itu juga terdapat ahli-ahli militer yang dapat membuat kapal-kapal perang baik ukuran besar maupun kecil dan meriam berukuran besar. Selain itu, pihak Turki juga memberikan sejumlah meriam berat beserta perlengkapan-perlengkapan militer kepada pihak Atjeh. Laksamana Turkey Kurt Oglu Hizir diserahi tugas untuk memimpin ekspedisi tersebut dengan tugas khusus mengganyang musuh Atjeh, mempertahankan agama Islam dan merampas benteng-benteng kafir. di lain pihak, Portugis juga meningkatkan kegiatan-kegiatannya, sekitar tahun 1554-1555 M armada Portugis mengendap terus di pintu masuk laut Merah khusus untuk menyergap kapal-kapal yang datang dari Gujarat dan Atjeh. Namun, pengalaman Portugis menunjukkan tidak begitu berhasil mematahkan kegiatannya. Lebih merepotkan Portugis, di samping kegiatan Atjeh menghadapi Portugis di laut lepas, Atjeh juga tidak henti-hentinya menyerang Malaka. Atau seperti dikatakan oleh Couto dalam ungkapannya bahkan di tempat tidurnya pun Sultan Riayat Syah (Al Kahhar) tidak pernah diam untuk memikirkan pengganyangan Portugis.
Di samping bantuan militer yang diperoleh dari Turkey, Atjeh juga berusaha mendapatkan dari beberapa pemimpin kerajaan di Nusantara dan India tetapi Aceh hanya mendapatkan sekedar bantuan yang terbatas dari pemimpin Calicut dan Jepara. Selain itu, dalam rangka mengenyahkan Portugis dari kawasan selat Malaka, Aceh juga menggunakan tentara-tentara sewaan yang terdiri atas orang-orang Gujarat, Malabar dan Abyssinia.
Pada masa Sultan Al Mukammil, juga melakukan hubungan dengan Sultan Turkey, Mustafa Khan. Ketika itu Sultan Mustafa Khan mengirim subuah bintang kehormatan kepada Sultan Atjeh dan memberi pula sebuah pernyataan dan izin bahwa kapal-kapal perang Kerajaan Atjeh boleh mengibarkan bendera Turkey di tiang kapal perangnya.
Selain itu, dalam Hikayat Aceh terdapat cerita panjang lebar tentang penyambutan perutusan Turkey oleh Sultan Iskandar Muda. Suatu perutusan yang dipimpin oleh dua orang datang mencari kamper dan nafta yang diperlukan untuk obat.
Suatu ketika perutusan Atjeh diberangkatkan ke Turkey (Rum) untuk mengadakan perhubungan antara Atjeh dengan Turkey. Bingkisan yang dikirim untuk sultan Turkey yang terpenting adalah lada, memenuhi semua kapal-kapal yang diberangkatkan. Karena terlalu lama dan banyak rintangan di laut, menyebabkan muatan lada menjadi habis di jalan dan tinggallah secupak lada saja yang dapat disampaikan sebagai bingkisan kepada Sultan Turkey. Disebutkan bahwa kapal Atjeh menempuh laut Merah lewat Mecha (suatu pelabuhan di Jazirah Arabia), lintasan laut sempit, dari situ berjalan darat melewati Palestina dan Syria (Suriah).
Kisah lada sicupak ini meskipun sudah merupakan dogeng, tetapi terus hidup di tengah masyarakat Atjeh. Walaupun demikian, dalam kisah tersebut dapat saja dicari kebenarannya. Salah satu dari bait syair yang dinyanyikan dalam tarian seudati, yang berhubungan dengan peristiwa lada sicupak, sebagai berikut :
"Dengo lon kisah Panglima Nyak Dom, U nanggroe Rum troih geubungka, Meriam sicupak troih gepuwo, Geupeujaro bak po meukuta. (Dengarkan kisah Panglima Nyak Dum, Berlayar sampai ke negeri Rum, Meriam sicupak dibawa pulang, diserahkan kepada paduka Mahkota)."
Walaupun pada akhirnya hubungan antara turkey dan kerajaan Atjeh juga harus renggang hal ini dikarenakan dengan mulai meluasnya pengaruh bangsa - bangsa eropa sekaligus sebagai tanda bangkitnya nya kekuatan barat dan terus melemahnya kekuatan turkey usmani yang di sebabkan beberapa faktor diataranya adanya perebutan kekuasaan di antara putra - putri mahkota raja serta mulai adanya paham sekulerisme di dalam masyarakat turkey di disisilain Kerajaan Atjeh sendiri mulai Tersudut dengan makin gencarnya serangan - serangan dari pihak - pihak kolonialis.
Terlepas dari itu semua sejarah hubungan antara Turkey dan Atjeh menjadi salah satu sejarah yang akan terus menerus di kenang oleh generasi - generasi selanjutnya dari kedua bangsa sebagai sebuah sejarah yang harusnya menjadi perekat dan sebagai landasan silahturahmi antara kedua bangsa...
0 comments:
Post a Comment