Senang ketika berdebat dan sekaligus tukar pendapat soal sampah. Ada yang berpendapat bahwa kita harus mengurangi penggunaan barang-barang bukan alami agar mengurangi sampah-sampah tersebut. Karena alasan bahwa sampah-sampah itu perlu waktu lama untuk diolah oleh alam, katanya perlu ratusan atau ribuan tahun. Ada lagi yang berpendapat barang-barang tersebut biarlahh tetap ada selama masih dalam kondisi yang wajar, sekarang tingggal bagaimana kita punya manajemen sampah yang baik, agar sampah-sampah tersebut bukan dikembalikan ke alam, tetapi kita yang harus mengelolanya. Alam hanya akan mengolah sampah alaminya. Untuk produk hasil olahan manusia yang menggunakan bahan kimia ya lebih baik gunakan cara yang sama untuk mengelolanya atau mendaurulangnya. Pendapat kedualah yang saya pertahankan ketika berdebat, karena daripada kita sibuk dan pusing membuat bagaimana membuat barang dari bahan alami, lebih baik kita menyadarkan diri untuk hidup tertib, untuk sadar lingkungan agar tidak merusak alam dengan membuang sampah tidak pada tempatnya.
Setahu saya, produk-produk yang dibuat dari bahan baku alami justru malah merusak alam, karena untuk meningkatkan produksinya, bahan baku yang diperoleh dari alam diambil secara besar-besar tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. Tahu soal bahan pembuat kertas? Kertas dibuat dari pohon pinus, bayangankan bila permintaan kertas meningkat, berapa banyak pohon yang harus ditebang untuk mencukupi kebutuhan produksi? Berapa hektar paru-paru dunia dirusak, sedangkan untuk mengembalikan pepohonan kembali kekondisinya semula membutuhkan waktu yang cukup lama. Itu hanya satu contoh, bagaimana kalau semua barang konsumsi seperti itu bahan bakunya? Seberapa rusakkah alam kita ini?
Cara bagaimana mengelola sampah kita perlu belajar dari negara di luar sana. Karena dari sisi kesadaran masyarakat di luar negeri sana sudah cukup baik, kebiasaan untuk buang sampah sembarangan tidak terjadi. Di sana masyarakatnya cukup tertib dan berkesadaran untuk memisahkan sampah menurut kategori sampahnya. Kalau di Indonesia mungkin baru sampai memisaka sampah berdasarkan jenis sampah basah atau kering, kalau di sana sampah dibedakan berdasarkan kategori jenis sampahnya, apakah sampah sisa makanan yang mudah busuk, atau sampah plastik, atau sampah logam, atau sampah-sampah kimia atau obat-obatan. Dengan pengkategorian sampah itu akan mempermudah bagaimana kita akan mengolahnya. Setidaknya itu yang saya pahami.
Saya coba cari informasi di Google soal pengolahan sampah di beberapa negara di luar sana. Ada penanganan sampah di New York City, USA; Jepang; Singapura; Australia, Jerman, United Kingdom dan negara maju lainnya.
New York City
Saya temukan hal yang menarik untuk jadi contoh bagaimana penanganan sampah. Yaitu adalah penaganan di Kota New York, USA. New York City terdiri dari lima wilayah, yaitu Manhattan, Queen, Brooklyn, Bronz dan Staten Island. Masing-masing kota mempunyai penanganan sampah terpadu di masing-masing wilayahnya. Di kota ini ternyata penanganan sampahnya juga melibatkan perusahaan swasta. Meski begitu ada juga departemen yang mengurusi masalah ini, di sana dinamai Sanitation Department.Sanitation Department ini bertugas, antara lain: Mengumpulkan sampah yang sudah ditaruh di trotoar, dibungkus dalam kantung plastik berwarna hitam, yang sudah dikelompokan menurut jenisnya. Seperti untuk sampah yang berbentuk kertas, buku-buku, karton dan lain-lain dikumpulkan ke dalam kantung plastik tersendiri. Sampah yang berjenis botol-botol juga dikumpulkan tersendiri. Semuanya dipisahkan terlebih dulu sambil menunggu waktu sampah-sampah itu diangkut. Sampah yang tadinya sudah dikumpulkan akan diangkut sesuai jenisnya, dan pisahkan sesuai hari yang berbeda. Misalnya untuk sampah kertas dll diangkut hari Senin, begitu pula dengan jenis sampah lainnya. Bagi ada masyarakat yang mencampur isi sampah ke dalam satu kantung plastik maka akan dikenai denda $100.00 Bertugas juga membersihkan kota, tertutama soal kebersihan kota dari guguran daun-daunan pada musim gugur. Petugas yang dipekerjakan adalah petugas-petugas yang handal. Mereka mulai beroperasi sejak subuh dengan maksud tidak mengganggu kelancaran lalu lintas. Ada prosedur yang harus mereka lakukan, yatu kerap menjaga kebersihan kendaraan dan peralatan mereka setiap selesai bekerja.
Jepang
Setahu saya, produk-produk yang dibuat dari bahan baku alami justru malah merusak alam, karena untuk meningkatkan produksinya, bahan baku yang diperoleh dari alam diambil secara besar-besar tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. Tahu soal bahan pembuat kertas? Kertas dibuat dari pohon pinus, bayangankan bila permintaan kertas meningkat, berapa banyak pohon yang harus ditebang untuk mencukupi kebutuhan produksi? Berapa hektar paru-paru dunia dirusak, sedangkan untuk mengembalikan pepohonan kembali kekondisinya semula membutuhkan waktu yang cukup lama. Itu hanya satu contoh, bagaimana kalau semua barang konsumsi seperti itu bahan bakunya? Seberapa rusakkah alam kita ini?
Cara bagaimana mengelola sampah kita perlu belajar dari negara di luar sana. Karena dari sisi kesadaran masyarakat di luar negeri sana sudah cukup baik, kebiasaan untuk buang sampah sembarangan tidak terjadi. Di sana masyarakatnya cukup tertib dan berkesadaran untuk memisahkan sampah menurut kategori sampahnya. Kalau di Indonesia mungkin baru sampai memisaka sampah berdasarkan jenis sampah basah atau kering, kalau di sana sampah dibedakan berdasarkan kategori jenis sampahnya, apakah sampah sisa makanan yang mudah busuk, atau sampah plastik, atau sampah logam, atau sampah-sampah kimia atau obat-obatan. Dengan pengkategorian sampah itu akan mempermudah bagaimana kita akan mengolahnya. Setidaknya itu yang saya pahami.
Saya coba cari informasi di Google soal pengolahan sampah di beberapa negara di luar sana. Ada penanganan sampah di New York City, USA; Jepang; Singapura; Australia, Jerman, United Kingdom dan negara maju lainnya.
New York City
Saya temukan hal yang menarik untuk jadi contoh bagaimana penanganan sampah. Yaitu adalah penaganan di Kota New York, USA. New York City terdiri dari lima wilayah, yaitu Manhattan, Queen, Brooklyn, Bronz dan Staten Island. Masing-masing kota mempunyai penanganan sampah terpadu di masing-masing wilayahnya. Di kota ini ternyata penanganan sampahnya juga melibatkan perusahaan swasta. Meski begitu ada juga departemen yang mengurusi masalah ini, di sana dinamai Sanitation Department.Sanitation Department ini bertugas, antara lain: Mengumpulkan sampah yang sudah ditaruh di trotoar, dibungkus dalam kantung plastik berwarna hitam, yang sudah dikelompokan menurut jenisnya. Seperti untuk sampah yang berbentuk kertas, buku-buku, karton dan lain-lain dikumpulkan ke dalam kantung plastik tersendiri. Sampah yang berjenis botol-botol juga dikumpulkan tersendiri. Semuanya dipisahkan terlebih dulu sambil menunggu waktu sampah-sampah itu diangkut. Sampah yang tadinya sudah dikumpulkan akan diangkut sesuai jenisnya, dan pisahkan sesuai hari yang berbeda. Misalnya untuk sampah kertas dll diangkut hari Senin, begitu pula dengan jenis sampah lainnya. Bagi ada masyarakat yang mencampur isi sampah ke dalam satu kantung plastik maka akan dikenai denda $100.00 Bertugas juga membersihkan kota, tertutama soal kebersihan kota dari guguran daun-daunan pada musim gugur. Petugas yang dipekerjakan adalah petugas-petugas yang handal. Mereka mulai beroperasi sejak subuh dengan maksud tidak mengganggu kelancaran lalu lintas. Ada prosedur yang harus mereka lakukan, yatu kerap menjaga kebersihan kendaraan dan peralatan mereka setiap selesai bekerja.
Jepang
Itu tadi bagaimana menangani sampah di New York City, bagaimana dengan di negara maju lainnya. Di sini saya mendapatkan informasi soal penanganan sampah di Jepang. Penanganan sampah di Jepang bisa dibilang sukses, bila dibandingkan dengan di negara kita, itu sudah tentu. Pada tahun 1960 dan 1970-an di Jepang, kesadaran masyarakat terhadap sampah masih sangat rendah. Mungkin pada masa itu sama dengan masa dulu dan sekarang yang dialami di negara kita. Sebenarnya tidak hanya itu, penanganan sampah di Jepang sebenarnya sudah dilakukan sejak jaman edo.Jepang mulai baangkit dan memikirkan masalah sampah ketika masalah-masalah lingkungan telah pelik mengganggu kehidupan masyarakat di sana. Menyoal pada pembuangan limbah yang tak taat guna, dan cenderung membahayakan kesehatan dan lingkungan. Masyarakat Jepang memulai gerakan kesadaran akan hal tersebut, mereka menganut gerakan bertema 3R (reduce, reuse dan recycle), yakni mengurangi pembuangan sampah, menggunakan kembali dan daur ulang.Ada rahasia sukses kenapa Jepang sukses mengurusi masalah sampahnya, yaitu tingginya prioritas masyarakat pada program daur ulang, munculnya tekanan sosial dari masyarakat Jepang apabila tidak membuang sampah pada tempat dan jenisnya, dan program edukasi yang masif dan agresif dilakukan sejak dini.Penanganan sampah di Jepang untuk setiap wilayah memang berbeda-beda, meski begitu dasar penanganannya adalah saya. Banyak cara untuk menangani sampah, intinya adalah hasil akhir dimana sampah yang sudah tak lagi jadi masalah yang mengganggu kebersihan, dan kesehatan masyarakat.Ada artikel menarik yang saya kunjungi, yang berjudul Pengolahan Sampah Pasar Ikan di Jepang. Di artikel tersebut disampaikan bahwa pasar ikan bisa jadi tempat yang sangat bersih seperti layaknya pasar biasa. Hal yang jelas berbeda dengan pasar ikan yang ada di Indonesia yang becek, penuh sampah, bau busuk dan amis, serta lalat yang bertebangan ke sana ke mari jauh dari higienis.Di Jepang tepatnya di Yokohama, Kanagawa. Ikan-ikan yang dijajakan disimpan ke dalam wadah streofoam sehingga kebersihan dan kerapihan bisa terjaga. Penggunaan streofoam di pasar ikan membuatnya menjadi sumber sampah. Seperti yang kita ketahui sampah ini sangat sulit terurai, sehingga perlu penanganan khusus. Di pasar ikan ini, sampah streofoam tidak bisa digunakan untuk dua kali penggunaan, hal yang berbeda terjadi di pasar ikan di Indonesia. Sampah bekas stereofoam yang telah digunakan kemudian dikirim ke stasiun pengolahan stereofoam untuk direcycle. Hasil dari recycling streofoam tersebut berupa lembaran seperti papan padat. Papan padat hasil recycle kemudian didistribusikan lagi ke industri di Jepang, bahkan diekspor keluar negeri untuk dibuat bahan bauksit berbahan streofoam dan bisa diolah menjadi produk baru.Ada hal yang kemiripan dengan penanganan sampah di New York City, yaitu penanganan sampah dilakukan berbeda untuk setiap harinya. Seperti artikel yang saya baca yang berjudul Ayo Meniru Metode Pengolahan Sampah Ala Jepang. Di sana di wilayah Midoriku, Yokohama, sampah yang bisa dibakar (mueru gomi) hanya boleh dibuang pada hari Senin dan Jumat saja. Sedangkan kebalikannya sampah yang tidak bisa dibakar (mueranai gomi) hanya boleh dibuang setiap hari Rabu. Kemudian untuk jenis sampah alumunium hanya bisa dibuang hari Selasa minggu ke-2 dan ke-4 saja. Mengenai waktu pembuangan sampah ini berbeda-beda untuk setiap tempatnya, tergantung bagaimana manajemen tempat tersebut mengelola sampahnya.
Swedia
Setelah kita membahas penanganan sampah di New York City di Jepang, kini membahas soal penanganan sampah di negara maju lainnya, yaitu Swedia. Swedia dikenal sebagai negara yang memiliki manajemen baik dan efektif dimana sampah masyarakat dan rumah tangga dapat didaur ulang. Kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah Swedia. Sampah yang didaur ulang itu dimanfaatkan sebagai sumber energi.Yang aneh di Swedia adalah gencarnya daur ulang sampah membuat Swedia kekurangan pasokan sampah untuk diproduksi menjadi energi. Malah sampai Swedia harus mengimpor sampah. Sepertinya Indonesia bisa jadi negara yang mau mengimpor sampahnya, karena lumayan untuk menambah devisa dari barang-barang yang dianggap tak berguna di negeri ini.Swedia melakukan pembakaran sampah dalam insinerator sehingga mampu menghasilkan panas dan menghasilkan energi panas yang kemudian didistribusikan melalui pipa ke wilayah perumahan dan beberapa gedung komersial untuk pembangkit listrik. Sebuah cara yang cerdas dalam menanggulangi sampah dengan memanfaatkan potensi dan teknologi.
Singapura
Singapura merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara, yang merupakan tetangga dekat dengan Indonesia, karena wilayahnya memang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia. Singapura merupakan negara di Asia Tenggara yang relatif kecil, luasnya paling tidak hanya seukuran DKI Jakarta, yaitu sekitar 650 kilometer persegi.Menyoal kepenanganan sampah di negara tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan d Swedia, sampah hasil pengolahan mereka manfaatkan untuk energi, menggunakan mesin insinerator dan pembangunan TPA sanitary landfill di lepas pantai.Pemilihan cara penanganan yang seperti itu karena keterbatasan lahan, di Singapura sangat tidak menolerir penggunaan lahan untuk hal yang tak roduktif, semisal TPA. Oleh karena itu penanganan sampahh yang efektif harus dilakukan meski harus menggunakan teknologi yang sangat mahal, rumit, hightech. Semua itu dipertimbangkan karena sudah matangnya kesiapan finansial, perangkat hukum, institusi pegelola dan sistem pengumpulan serta pengangkutan sampah yang teroganisir.
Indonesia
Masih banyak negara maju lainnya yang bisa dijadikan bahan studi banding dalam pengelolaan sampah. Namun, meski Indonesia sekarang ini masih belum bisa menangani masalah sampah, masih banyak sebagian warga kita yang peduli tentang sampah. Mereka menangani sampah dengan cara-cara kreatif yang bisa menjadikan uang, ada bank sampah, ada pula yang memanfaatkan sampah untuk kompos, ada yang mendaur ulangnya untuk jadi bahan produksi lainnya dan berbagai macam cara lainnya.Permasalahan yang ada adalah penanganan sampah yang dilakukan selama ini tidak terpadu dan teroganisir dengan baik. Tarik menarik kepentingan masih sering menjadi masalah intern yang membuat kenapa masalah sampah di Indonesia tampak rumit. Kita tahu bahwa Swedia sampai kekurangan sampah, tetapi di Indonesia masalah sampah tidak akan pernah selesai, selalu saja ada sumber yang tak terbatas dari sampah-sampah yang dihasilkan masyarakat.Di samping itu kesadaran masyarakat yang masih rendah mengenai sampah tambah mempersulit penanganan sampah, sehingga sampah yang ada semakin sulit untuk dikoordinir. Masing-masing masyarakat membuah sampah seenaknya saja. Sehingga yang muncul adalah masalah berantai, seperti banjir, menurunnya kualitas hidup, serta jauhnya dari kebersihan.Kalau di lihat, di Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup, soal sampah sudah ada undang-undangnya, yaitu Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Meski begitu pelaksanaannya masih jauh dari baik adanya. Selama ini yang ada penanganan masalah sampah justru jadi lumbung penghasilan bagi sektor informal, yaitu pemulung. Namun menyoal pada pemulung yang selama ini jadi petugas pengumpul sampah, mereka hanya mengumpulkan sampah-sampah tertentu saja, untuk sampah yang tidak masuk kategori mereka akan dibiarkan saja.Ada ide menarik yang masih jadi wacana di Pemda DKI Jakarta. Pemda akan memanfaatkan pemulung untuk menangani sampah di Jakarta, karena selama ini penanganan sampah oleh swasta dianggap tidak efektif dan hanya buang-buang anggaran saja.
Sebenarnya studi soal penanganan sampah sudah banyak dilakukan lembaga-lembaga penelitian baik dari sisi akedemisi maupun swasta, namun semuanya tidak mampu dikoordinir oleh pemerintah menjadi sebuah pilihan cara yang efektif dan cocok untuk Indonesia dalam menangani sampah, atau kalau memang penanganan setiap daerah berbeda, cobalah untuk memadukannya menjadi satu sistem penanganan sampah. Toh masalah lain yang menggelayuti bangsa ini adalah soal sumber energi alternatif, kenapa tidak memanfaatkan potensi sampah yang ada untuk hal tersebut? Sekali lagi pertanyaan tersebut yang muncul. Apa yang dipaparkan di atas merupakan contoh-contoh bagaimana negara di luar sana menangani masalah sampah. Sebuah cara-cara pengolalaan sampah yang sistematis serta mengajarkan ketertiban dan kesadaran dalam masyarakat mengenai cara membuang sampah yang baik dan benar. Meskipun semuanya ada yang mengerjakan, tetapi masayarakat di sana diajarkan untuk membantu sebagaimana mereka bisa. Meski begitu ada pula daerah-daerah di sana dimana warganya tidak berlaku tertib, begitu seperti yang saya baca dari artikel sumber. Namun yang jelas pelajaran yang positif baik untuk untuk kita tiru dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
0 comments:
Post a Comment